SELAMAT DATANG

Blog ini masih relatif baru. jadi mohon saran dan kritikan

Minggu, 22 Februari 2009

BATU BARA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Tambang batu bara terutama tambang terbuka memerlukan lahan yang luas. Hal tersebut tentu menimbulkan permasalahan lingkungan hidup eperti erosi tanah, polusi debu, suara, air, serta dampak terhadap keanekaragaman hayati setempat. Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan meminimalisir dampak yang terjadi.

1. Gangguan lahan

Dalam praktek yang sesuai aturan, kajian tentang lingkungan hidup daerah disekitarnya dilakukan beberapa tahun sebelum suatu tambang batu bara dibuka untuk mengidentifikasi kepekaan dan masalah-masalah yang mungkin akan terjadi. Kajian tersebut mempelajari dampak pertambangan terhadap permukaan dan air tanah, tanah, dan tata guna lahan setempat, tumbuhan alam serta populasi fauna

2. Amblesan Tambang

Kondisi ini terjadi dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara yang ada di dalamnya.

3. Pencemaran Tanah

Acid mine drainage atau drainase tambang asam (AMD) adalah air yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang mengandung mineral belerang. Biasanya yang dihasilkan mengandung asam dan sering berasal dari daerah dimana bijih atau kegiatan tambang batu bara telah membuka batuan yang mengandung pirit.

Bila AMD ini merembes kedalam tanah maka akan merusak pH tanah yang semula netral menjadi asam. Hal ini membuat tumbuhan tidak dapat hidup dalam kondisi tanah asam.

4. Penggunaan Gas Metana dari Tambang Batu Bara

Metana (CH4) adalah gas yang terbentuk dari proses pembentukan batu bara. Gas tersebut keluar dari lapisan batu bara dan di sekitar strata yang terganggu selama kegiatan penambangan. Gas metana adalah gas rumah kaca yang potensial, diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 18% dari seluruh pengaruh pemanasan global yang timbul dari kegiatan manusia (CO2 diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 50%). Batu bara bukan satu-satunya sumber daya yang mengeluarkan gas metana – produksi beras di sawah basah dan kegiatan lainnya merupakan emiten utama – metana dari lapisan batu bara dapat digunakan daripada dilepaskan ke atmosfir dengan manfaat lingkungan hidup yang penting.

Coal mine methane (CMM – metana tambang batubara) adalah metana yang disemburkan oleh lapisan batu bara selama penambangan batu bara. Coalbed methane (CBM – Metana Lapisan Batu Bara) adalah gas metana yang terperangkap pada lapisan batu bara yang tidak atau tidak akan ditambang. Gas metana sangat mudah meledak dan harus dikeringkan selama kegiatan penambangan untuk menjaga keamanan kondisi kerja. Pada tambang bawah tanah yang aktif, sistem ventilasi berskala besar memindahkan udara dalam kuantitas yang besar melalui tambang untuk menajaga tambang agar tetap aman namun juga mengemisi gas metana dalam konsentrasi yang sangat kecil ke atmosfir. Beberapa tambang aktif dan tua menghasilkan gas metana melalui sistem degasifikasi, juga dikenal sebagai sistem drainase gas yang menggunakan sumur-sumur untuk mendapatkan gas metana.

Selain meningkatkan keselamatan pada tambang batu bara, penggunaan CMM meningkatklan kinerja lingkungan hidup dari suatu kegiatan penambangan batu bara dan dapat memiliki manfaat komersial. Gas metana tambang batu bara memiliki berbagai kegunaan, termasuk produksi listrik di tapak dan di luar tapak, penggunaan dalam proses industri dan sebagai bahan bakar untuk menghidupkan ketel.

5. Rehabilitasi

Tambang batu bara hanya menggunakan lahan untuk sementara waktu, sehingga sangat penting untuk melakukan rehabilitasi lahan segera setelah kegiatan praktek penambangan dihentikan. Dalam proses yang terbaik, rencana rehabilitasi atau reklamasi dirancang dan disetujui untuk setiap penambangan batu bara, sejak awal hingga akhir kegiatan penambangan. Rehabilitasi lahan merupakan satu kesatuan dari kegiatan pertambangan dan biaya rehabilitasi lahan dibebankan pada biaya operasi penambang. Lahan yang telah direklamasi dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti pertanian, kehutanan, habitat margasatwa, dan rekreasi.

Seperti halnya aktivitas pertambangan lainnya di Indonesia, pertambangan batubara telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah. Payahnya lagi pemerintah dan perusahaan tambang tidak cukup serius untuk melakukan upaya-upaya penanggulanganya. Kondisi ini juga tidak dibarengi dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan adil, bahkan cenderung kebanyakan kasusnya ditutup-tutupi.


Lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali -apalagi dilakukan reklamasi- telah mengakibatkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Hasil penelitian Bapedalda Tabalong (2001) menyebutkan bahwa air yang berada pada lubang bekas galian batubara tersebut mengandung beberapa unsur kimia, yaitu : Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Seperti kita ketahui Fe dan Mn bersifat racun bagi tanaman dan mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 merupakan zat asam yang berpengaruh terhadap pH tanah dan tingkat kesuburan tanah. Sedangkan Hg dan Pb adalah logam berat yang bisa menimbulkan penyakit kulit pada manusia. Selain air kubangan, limbah yang dihasilkan dari proses pencucian juga mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup diatasnya.


Pembiaran lubang-lubang bekas galian batubara yang ditinggalkan begitu saja dan pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan tersebut seperti debu, rembesan air asam tambang dan limbah pencuciannya terjadi dihampir semua lokasi pertambangan dan bahkan mencemari air/sungai yang dimanfaatkan oleh warga. Di Kotabaru misalnya (2003) ratusan warga Desa Gosong Panjang Kec. Pulau Laut Barat mempersoalkan pencemaran debu batubara yang ditimbulkan oleh kegiatan PT Indonesia Bulk Terminal (PT. IBT). Masyarakat minta tinjau ulang batas aman 529 meter hasil penelitian PPLH Unlam. Kasus terbaru terjadi, Sekitar 50 warga perwakilan masyarakat Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan, mendatangi kantor DPRD setempat guna menuntut ganti rugi tanah pertanian dan perkebunan yang tidak lagi produktif, akibat tercemar limbah batu bara PT Adaro Indonesia, masyarakat mengungkapkan, sejak ladang dan persawahan mereka dijadikan sebagai saluran pembuangan limbah, tanaman yang mereka tanam diatasnya tidak ada yang hidup. Pendangkalan sungai Asam-Asam Pelaihari akibat aktivitas penambangan batubara yang dilakukan oleh PT Jorong Barutama Greston. Di Desa Batu Laki Kec. Padang Betung Kandangan sejumlah warga mengeluh karena selama ini limbah bekas batubara yang turun ke Sungai Pangkulan mencemari sungai tersebut dan menyebabkan air menjadi keruh dan terasa asam dan kalat. Pencemaran air laut dan pantai di sekitar lokasi tambang perusahaan PT Jorong Barutama Grenston sebagai akibat dari adanya aktivitas bongkar-muat dan tongkang angkut batubara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar